Makalah Register Perkara Peradilan Agama

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Proses penegakan hukum sebagai suatu wacana dalam masyarakat kembali menjadi topik yang sangat hangat dibicarakan. Berbagai komentar dan pendapat baik yang berbentuk pandangan ataupun penilaian dari berbagai kalangan masyarakat selalu menghiasi media massa yang ada di negeri ini.
Beberapa hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan dengan proses penegakan hukum tersebut adalah masalah tidak memuaskan atau bahkan bias dikatakan buruknya kinerja sistem dan pelayanan peradilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, yang disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan, atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam  sistem peradilan, baik hakim, pengacara, maupun masyarakat pencari keadilan, selain tentunya disebabkan karenya adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam proses beracara dilembaga peradilan. Semua hal tersebut akhirnya melahirkan pesimisme masyarakat untuk tetap menyelesaikan sengketa melalui lembaga peradilan, sehingga yang terjadi adalah main hakim sendiri .
Sistem yang sudah diatur sedemikian rupa hendaknya dijalankan dengan baik oleh aparatur Negara, terlebih dari kaki tangan pemerintah dibidang penegakan hukum setidaknya dimulai dari suatu yang sederhana seperti pola administrasi perkara peradilan. Dalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan Register Perkara dan Keuangan Perkara untuk lebih mengetahui bagaimana pola serta sistem peradilan yang belaku di Negara ini yang merupakan tonggak keberhasilan Negara mencapai sebuah cita-cita bangsa dibidang hukum.




1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan  sebagai berikut :
1.        Bagaimana register perkara di Peradilan Agama  ?
2.        Bagaimna keuangan perkara di Peradilan Agama ?


1.3    Maksud danTujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa maksud dan tujuan sebagai berikut :
1.        Menjelaskan register perkara di Peradilan Agama  
2.        Menjelaskan keuangan perkara di Peradilan Agama














BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Register Perkara
A.      Pengertian
Register berasal dari kata registrum, yang berarti buku daftar yang memuat secara lengkap dan terinci mengenai suatu hal atau perkara, baik yang bersifat pribadi maupun register umum, seperti register perkara, register catatan sipil atau lain-lain. Menurut Bryan A. Games, register diartikan a book in which all docket entries are kept for the varions cases pending in a court yaitu sebuah buku yang di dalamnya memuat catatan-catatan mengenai berbagai perkara atau kasus yang ditangani di suatu pengadilan[1].
Sebelum undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, pola tentang register sangat sederhana tugas-tugas kepaniteraan saat itu masih terbatas pada fungsi panitera sebagai pembantu hakim dalam persidangan. Pola register yang digunakan antara lain :
a.       Pola register berdasarkan Instruksi Direktorat Jenderal Binbaga Islam Departemen Agama No. D/Inst./117/1975 tanggal 12 Agustus 1975, yang terdiri dari Sembilan kolom dan tidak dapat menggambarkan keadaan perkara secara lengkap.
b.      Pola register berdasarkan Instruksi Direktorat Jenderal Binbaga Islam Departemen Agama No. E/HK/0.04/197/1983 tanggal 28 Juni 1983 yang terdiri dari 28 kolom namun masih bersifat hak-hak pokok saja
c.       Pola register berdasarkan Instruksi Direktorat Jendral Binbaga Islam Departemen Agama No. 45/E/1988/ tanggal 17 Oktober 1998, yang terdiri dari 49 kolom, namun masih belum mencerminkan kegiatan peradilan dalam memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara
Setelah berlaku nya undang-undang no 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, pola register sebelumnya dipandang sudah tidak sesuai dengan jiwa undang-undang tersebut, sehingga harus diubah disempurnakan. Pola register yang baru di atur dalam surat ketua mahkamah agung RI No. KMA/001/SK/1991 tanggal 24 Januari 1991.
B.       Fungsi
Register perkara berisi tentang uraian keadaan perkara sejak perkara didaftarkan sampai dengan diputus serta pelaksanaan putusan. Berdasarkan isi register perkara yang demikian, maka fungsi register perkara adalah[2] :
a.       Merupakan sumber informasi data perkara
b.      Gambaran tentang kegiatan hakim dan panitera yang pada akhirnya dapat diketahui data-data pribadi yang jelas dan ini dapat digunakan sebagai penilaian dalam hal mutasi para hakim dan panitera
c.       Gambaran tentang formasi hakim dan panitera, sehingga dapat diketahui kebutuhan tenaga hakim dan panitera yang harus dipenuhi pada setiap pengadilan agama
d.      Buku yang dapat digunakan untuk memonitor hilangnya berkas perkara.


C.      Jenis-Jenis Register
Register di Pengadilan Agama terdiri[3] :
a.       Register Induk Perkara Gugatan
b.      Register Induk Perkara Permohonan
c.       Register Permohonan Banding
d.      Register Permohonan Kasasi
e.       Register Permohonan Peninjauan Kembali
f.       Register Surat Kuasa Khusus
g.      Register Penyitaan Barang Tidak Bergerak
h.      Register Penyitaan Barang Bergerak
i.        Register Eksekusi
j.        Register Akta Cerai
k.      Register Perkara Permohonan Pembagian Harta Peninggalan di luar Sengketa (P3HP)
l.        Register Ekonomi Islam
m.    Register Mediasi
n.      Register Mediator

Register di Pengadilan Tinggi Agama adalah register perkara banding.

D.      Pengisian Buku Register
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengisian buku register yaitu:
a.       Perlu petugas yang profesional dan penuh tanggung jawab
b.      Pengisian di lakukan tepat waktu dengan mengambil data dari instrumen kegiatan persidangan
c.       Di isi dengan tulisan yang baik dan menghindari pemakaian tinta yang berbeda
d.      Tidak menggunakan re-type (type-ex) untuk tulisan yang salah tetapi dengan cara renvoi

E.       Pengelolaan Register Perkara
a.       Pendaftaran perkara dalam buku register harus dilakukan dengan tertib dan cermat
b.      Buku register diberi nomor halaman, halaman pertama dan terakhir ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama dan halaman lainnya diparaf
c.       Banyaknya halaman pada setiap buku register dinyatakan pada halaman awal dan keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama. Apabila penuh, maka halaman awal ditulis: buku register ini merupakan lanjutan dari buku sebelumnya terdiri dari……….halaman
d.      Buku register induk perkara memuat seluruh data perkara dalam tingkat pertama, banding, kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi.
e.       Buku register harus diganti setiap tahun dan tidak boleh digabung dengan tahun sebelumnya.
f.       Buku Register Induk Perkara Gugatan dan Buku Register Induk Perkara Permohonan ditutup setiap bulan dimulai dari nomor 1, sedangkan nomor perkara berlanjut untuk satu tahun.
g.      Penutupan buku register setiap akhir bulan ditandatangani oleh petugas register, dengan perincian sebagai berikut :
1.      Sisa bulan lalu …………………………  perkara
2.      Masuk bulan ini ……………………….   Perkara
3.      Putus bulan ini ………………………… perkara
4.      Sisa bulan lalu …………………………  perkara
h.      Penutupan buku register setiap akhir tahun ditandatangani oleh Panitera dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama, dengan perincian sebagai berikut:
1.      Sisa tahun lalu …………………………. perkara
2.      Masuk tahun ini ……………………….. perkara
3.      Putus tahun ini ………………………… Perkara
4.      Sisa tahun ini ………………………….   Perkara
i.        Buku Register Permohonan Banding, Register Permohonan Kasasi, dan Register Permohonan Peninjauan Kembali ditutup setiap akhir tahun, dengan rekapitulasi sebagai berikut :
1.      Sisa tahun lalu …………………………. Perkara
2.      Masuk tahun ini ………………………. Perkara
3.      Putus tahun ini ………………………… Perkara
4.      Sisa akhir tahun …………………..…..    Perkara
a)      Sudah dikirim …………………….   Perkara
b)      Belum dikirim …………………….   Perkara

F.       Penyimpanan Buku Register
Disimpan dalam lemari khusus agar terhindar dari kerusakan dan terjaga keaslianya, sehingga sehingga data -data yang ada dalam register dapat terus terpelihara


2.2    Keuangan Perkara
A.      Dasar Hukum
Dasar hukum pola tentang keuangan perkara adalah pasal 121 ayat (4) HIR dan pasal 145 ayat (4) RBg., yaitu biaya perkara yang besarnya ditentukan oleh ketua pengadilan[4].
Asas yang dianut oleh ketentuan tersebut adalah tidak ada biaya tidak ada perkara, kecuali perkara prodeo sebagaimana ditentukan pasal 237 HIR dan pasal 273 RBg.
Mahkamah Agung RI dalam suratnya Nomor : 43/TUADA/AG/III-UM/XI/1992 tanggal 23 November 1992 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama seluruh Indonesia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan biaya perkara menurut pasal 121 HIR dan Pasal 145 RBg. adalah biaya kepaniteraan dan biaya proses.
Biaya kepaniteraan meliputi pungutan-pungutan sebagai pelayanan pengadilan yang harus disetor ke Kas Negara. Sedangkan biaya proses meliputi biaya panggilan, pengambilan sumpah, penyitaan, eksekusi, pemeriksaan setempat, pemberitahuan putusan, lain-lain atas perintah pengadilan.

B.       Buku Keuangan Perkara
Buku Keuangan perkara terdiri dari[5] :

a.      Buku Jurnal Keuangan Perkara
Buku Jurnal keuangan perkara mencatat tentang kegiatan penerimaan dan pengeluaran uang perkara untuk setiap perkara, sehingga jurnal untuk setiap perkara itu merupakan rekening Koran bagi pembayar panjar perkara untuk tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Jurnal keuangan perkara merupakan pertanggungjawaban panitera terhadap pihak ketiga sebagai pembayar panjar perkara.
b.      Buku Induk Keuangan Perkara
Semua kegiatan yang terjadi dalam buku jurnal keuangan perkara, harus disalin dalam Buku Induk Keuangan Perkara yang berupa buku tabelaris. Buku tabelaris ini mencatat semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya perkara untuk semua perkara yang masuk di Pengadilan dan dicatat setiap hari.
Buku induk yang berkaitan dengan keuangan perkara di Pengadilan Agama adalah buku Induk Keuangan Perkara, Buku Keuangan Eksekusi, dan Buku Penerimaan Hak-hak Kepaniteraan. Sedangkan di Pengadilan Tinggi Agama hanya ada dua buku induk keuangan, yaitu buku induk keuangan perkara dan Buku Penerimaan Hak-hak Kepaniteraan.
Buku Tabelaris Induk Keuangan Perkara merupakan pertanggungjawaban Panitera mengenai uang perkara yang ada dalam pengawasannya berdasarkan pasal 101 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang menyatakan bahwa Panitera bertanggung jawab terhadap pengurusan semua biaya perkara.
Khusus dalam hal eksekusi, pertanggungjawabannya kepada pemohon eksekusi, sehingga semua biaya eksekusi dibukukan khusus dalam buku jurnal eksekusi tersendiri dan semua kegiatan dalam jurnal eksekusi dimasukkan dalam buku tabelaris Keuangan eksekusi dimasukkan dalam buku tabelaris Keuangan Eksekusi. Keuangan dalam buku tabelaris perkara merupakan keuangan perkara yang masih dalam proses, sedangkan keuangan biaya eksekusi ditujukan pada perkara yang sudah selesai dan hanya berhubungan dengan masalah eksekusi suatu putusan. Oleh karena itu kedua buku tersebut dipisahkan. Biaya penerimaan uang hak-hak kepaniteraan merupakan pertanggungjawaban terhadap biaya kepaniteraan (griffier costen) terhadap Negara yang disetor kepada Bendahara Rutin (UYHD) untuk selanjutnya disetor ke Kas Negara.















BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan

Register perkara berisi tentang uraian keadaan perkara sejak perkara didaftarkan sampai dengan diputus serta pelaksanaan putusan.
Biaya kepaniteraan meliputi pungutan-pungutan sebagai pelayanan pengadilan yang harus disetor ke Kas Negara. Sedangkan biaya proses meliputi biaya panggilan, pengambilan sumpah, penyitaan, eksekusi, pemeriksaan setempat, pemberitahuan putusan, ain-lain atas perintah pengadilan.













DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mujahidin. 2012. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama. Bogor Ghalia Indonesia.
Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.
Musthofa. 2005. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta : Prenada Media.
http://fauzurr.blogspot.com/2012/11/administrasi-perkara-perdata-peradilan.html(Diakses pada hari Minggu, 10 November 2013 Pukul 10.46 WIB)
http://pn-sleman.go.id/index.php/pelayanan-perkara-prosedur-kerja-217/16-pelayanan-di-kepaniteraan-perdata (diakses pada hari Minggu, 10 November 2013 PUKUL 11.02 wib)






[1] Musthofa. 2005. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta : Prenada Media. Hlm : 68
[2] http://fauzurr.blogspot.com/2012/11/administrasi-perkara-perdata-peradilan.html (Diakses pada hari Minggu, 10 November 2013 Pukul 10.46 WIB)
[3] Ahmad Mujahidin. 2012. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama. Bogor Ghalia Indonesia. Hlm : 73
[4] Musthofa. 2005. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta : Prenada Media. Hlm : 70
[5] Ibid
 

Makalah IAD, ISD, IBD

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Peradaban atau dalam istilah arab disebut (hadlarah) adalah sekumpulan konsep (mafahim) tentang kehidupan. Peradaban bisa berupa peradaban spiritual ilahiyah (diiniyyah ilahiyyah) atau peradaban buatan manusia (wadl’iyyah basyariyyah). Peradaban spiritual ilahiyah lahir dari sebuah ideologi (‘aqidah), sebagaimana peradaban Islam yang lahir dari aqidah Islamiyah. Sedangkan peradaban buatan manusia muncul dari sebuah ideologi.
seseorang atau sekelompok manusia bisa jadi memeluk suatu agama sekaligus mengikuti ideologi tertentu, karena agama tersebut tidak memiliki konsep yang menyeluruh tentang kehidupan, Orang-orang tersebut menganut konsep-konsep kehidupan yang membentuk peradaban mereka, sekalipun konsep-konsep tersebut tidak berhubungan dengan agama mereka. Dengan demikian, peradaban mereka bukan merupakan peradaban ilahiyah, sekalipun pada faktanya mereka memeluk suatu agama.
Agama dalam keaneka ragamannya yang hampir tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi (penggambaran) dan bukan defenisi (batasan). Agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana” sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah.
Beribadah bersama-sama memakai lambang-lambang keagamaan telah mempersatukan kelompok-kelompok manusia dalam ikatan yang paling erat, akan tetapi perbedaan agama telah membantu timbulnya beberapa pertentangan yang paling hebat diantara kelompok-kelompok itu. Ibadah keagamaan dihiasi dengan keindahan seni tetapi juga berjalan dengan baik dalam kehidupan yang sederhana sekalipun.




B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengertian Kebudayaan, Peradaban dan Agama?
2.      Bagaimana Keterkaitan Peradaban dengan Agama?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Peradaban dan Agama.
2.      Untuk Mengetahui Keterkaitannya Peradaban dengan Agama.

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kebudayaan, Peradaban dan Agama
1.      Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhaya, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Dapat juga diartikan sebagai mengolah tanah atau juga bertani. Kata Culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Istilah budaya (culture) yang dimasukkan kedalam konsep masing-masing disiplin humaniora dan sosial, merupakan kajian disiplin ilmu lain yang terlebih dahulu mendefinisikan istilah budaya adalah antropologi, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Menurut para ahli definisi budaya adalah sebagai berikut[1]:
a.       Cilfford Geertz memberikan definisi kebudayaan adalah “suatu sistem makna dan simbol yang disusun dalam pengertian dimana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan peniaian-penilaiannya; suatu pola makna yang ditrasmisikan secara historic, diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan, mengabadikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikap-sikapnya kearah kehidupan; suatu kumpulan peralatan simbolik untuk mengatur perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik”. 
b.      Koentjaraningrat memberikan definisi budaya sebagai sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar[2].
c.       James Spradley nampaknya hamper sependapat dengan Koenjtaraningrat, ia mengatakan budaya merupakan sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang kemudian mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekelilingnya, sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekitar[3]
2.      Peradaban
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang "kompleks": dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit.
 Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota.
Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa". masyarakat menurut kodratnya, manusia adalah masyarakat. Manusia selalu hihup bersama dan berada diantara manusia yang lainnya. Dalam bentuk kongkretnya, manusia bergaul, berkomunikasi dan berinteraksidengan manusia lain. Keadaan ini terjadi karena dalam diri manusia terdapat dorongan diri untuk hidup bermasyarakat disamping dorongan keakuan. Dorongan bermasyarakat dan dorongan keakuan yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri[4].
Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.
3.      Agama
Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya. Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga.
 Manusia diciptakan allah sebagai makhluk relegius artinya pada diri manuasia terdapat keyakinan akan adanya dzat yang maha kuasa. Manusia diciptakan Allah mempunyai fitrah beragama. Sebagai manusia yang beragama maka manusia menjadiakan agama sebagai pegangan hidup. Kitab suci yang dimiliki agama dijadikan sebagai garis-garis besar haluan dalam menata dan mengisi hidup. Dalam kaitannya dengan berbudaya, agama memberi pedoman kepada masing-masing individu dalam masyarakat bagaimana berbudaya yang sesuai dengan tuntunan agama[5]
Dalam pengertian agama terdapat tiga unsur, ialah: manusia, penghambaan dan Tuhan.  Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama. Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup. Yakni bahwa seluruh aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh aturanatau tata cara agama.

B.     Keterkaitan Peradaban dengan Agamas
Peradaban atau dalam istilah arab disebut (hadlarah) adalah sekumpulan konsep tentang kehidupan. Peradaban bisa berupa peradaban spiritual ilahiyah (diiniyyah ilahiyyah) atau peradaban buatan manusia (wadl’iyyah basyariyyah). Peradaban spiritual ilahiyah lahir dari sebuah ideologi (‘aqidah) manusia, sebagaimana peradaban Islam yang lahir dari aqidah Islamiyah. Sedangkan peradaban buatan manusia muncul dari sebuah ideologi manusia itu sendiri, seperti misalnya peradaban kapitalis Barat, yang merupakan sekumpulan konsep tentang kehidupan yang muncul dari ideologi sekularisme. Peradaban semacam ini bisa pula tidak berasal dari sebuah ideologi, semisal peradaban Yunani, Babilonia, dan Mesir Kuno. Peradaban-peradaban tersebut sekedar merupakan sekumpulan konsep yang disepakati sekelompok manusia, sehingga menjadi sebuah peradaban yang bersifat kebangsaan.
Selain itu, seseorang atau sekelompok manusia bisa jadi memeluk suatu agama sekaligus mengikuti ideologi tertentu, karena agama tersebut tidak memiliki konsep yang menyeluruh tentang kehidupan, seperti agama Nasrani atau Budha. Orang-orang tersebut menganut konsep-konsep kehidupan yang membentuk peradaban mereka, sekalipun konsep-konsep tersebut tidak berhubungan dengan agama mereka. Dengan demikian, peradaban mereka bukan merupakan peradaban ilahiyah, sekalipun pada faktanya mereka memeluk suatu agama. Oleh karena itu, berbagai kelompok manusia dari berbagai agama dan bangsa seperti orang Jepang, Hindu, dan Prancis bisa jadi mempunyai satu peradaban. Bangsa dan agama mereka berbeda, tetapi peradaban mereka hanya satu, yaitu kapitalisme.[6]
Aqidah Islam sama sekali berbeda dengan ideologi Barat yang berlandaskan asas kompromi dan pemisahan agama dari kehidupan. Peradaban Islam menjadikan halal dan haram sebagai ukuran, sedangkan peradaban Barat menjadikan manfaat sebagai timbangan setiap perbuatan. Demikian pula, makna kebahagiaan dalam peradaban Islam adalah mencari keridlaan Allah, sementara kebahagiaan dalam perspektif Barat adalah kenikmatan duniawi.
Agar kaum Muslimin sadar sepenuhnya mengenai hal-hal yang boleh diambil dan tidak boleh diambil, maka perlu dilakukan pemisahan antara peradaban dengan madaniyyah, serta pembedaan antara madaniyyah yang dihasilkan konsep-konsep kehidupan tertentu dengan madaniyyah yang murni berasal dari “ilmu pengetahuan dan teknologi”.
A.    Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[7]
B.     Konsep Teknologi
1.      Pengambilan Keputusan
a.       Model
b.      Kriteria (Persyaratan atau Tujuan)
c.       Pembatas
d.      Optimasi
2.      Sistem
Sistem adalah suatu objek atau peristiwa yang terdiri atas rangkaian bagian yang merupakan suatu kesatuan dan saling berinteraksi secara fungsional, dan memperoses suatu masukan menjadi keluaran.
3.      Umpan Balik
Untuk berlangsungnya kerja suatu sistem dan pengaturan keluaran, diperlukan terlaksananya kontrolyang mencakup monitoring dan koreksi. Dengan kata lain, diperlukan umpan balik[8].
Telah dikatakan bahwa peradaban adalah sekumpulan konsep tentang kehidupan; bisa berupa peradaban spiritual ilahiyah (diiniyyah) dan bisa pula berupa peradaban buatan manusia. Contoh peradaban diiniyyah adalah peradaban Islam, sedangkan contoh peradaban buatan manusia adalah peradaban India atau peradaban Barat. Keberadaan peradaban-peradaban tersebut merupakan suatu hal yang pasti dan menjadi fakta yang terbantahkan. Demikian pula, perbedaan di antara peradaban-peradaban itu merupakan suatu fakta yang tidak bisa diingkari, kecuali oleh para pendusta.
 Mungkin ada yang bertanya, mengapa digunakan istilah hadlarah untuk menyebut sekumpulan konsep kehidupan dan istilah madaniyyah untuk bentuk-bentuk fisik, dan mengapa bukan sebaliknya? Secara lughawi, hadlarah adalah tempat tinggal di suatu wilayah yang beradab (seperti kota), sedangkan al-hadhir adalah orang-orang yang tinggal di “kota-kota dan desa-desa”.
A.    Kota
Beberapa ahli mengatakan kota sebagai suatu himpunan penduduk yang bertempat tinggal didalam pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, kesenian, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
B.     Agraris (desa)
Desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu merupakan suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga hubungannya dengan daerah-daerah lain[9].   
Sumber peradaban diiniyyah menurut para penganutnya adalah wahyu, sedangkan sumber peradaban buatan manusia adalah orang-orang yang sepakat dengan konsep-konsepnya. Hal ini saja cukup untuk memisahkan dan membedakan kedua macam peradaban ini. Bahkan sekalipun kemudian nampak berbagai bentuk kesamaan konsep, yang terjadi bukan karena adanya suatu kesepakatan atau kesamaan pemikiran. Ini disebabkan karena peradaban ketika diambil atau diikuti harus diambil sekaligus dengan landasan darimana ia berasal atau landasan tempat ia dibangun.
Jadi bila landasan kedua peradaban berbeda, maka adanya kesamaan sejumlah konsep atau kemiripan beberapa konsep tentang kehidupan, menjadi perkara yang tidak perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan karena konsep hanya merupakan cabang dari landasannya, dan ia tidak dapat diambil kecuali dengan landasannya. Baik peradaban Islam maupun peradaban Barat membolehkan orang memakan ikan, mengenakan pakaian dari bahan wol, memiliki harta pribadi, menjadikan wanita sebagai wakil umat, mengoreksi penguasa, dan meminum obat.
Namun demikian, hal-hal tersebut serta segala sesuatu yang mirip dengannya tidak dianggap sebagai bagian dari peradaban Islam, kecuali hal-hal tersebut berasal dari wahyu Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW, atau dengan kata lain berasal dari syariat. Sementara hal-hal yang sama diambil oleh peradaban Barat semata-mata karena adanya kepentingan (maslahat) atau karena disukai oleh pikiran para penganutnya. Bila seorang muslim mengambil hal-hal tersebut semata-mata karena adanya kepentingan atau karena pertimbangan rasionalnya, maka ia tidak dianggap menganut peradaban Islam.

























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia. Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat". Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa".
Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya. Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya.
Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya. Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya.
seseorang atau sekelompok manusia bisa jadi memeluk suatu agama sekaligus mengikuti ideologi tertentu, karena agama tersebut tidak memiliki konsep yang menyeluruh tentang kehidupan, Orang-orang tersebut menganut konsep-konsep kehidupan yang membentuk peradaban mereka, sekalipun konsep-konsep tersebut tidak berhubungan dengan agama mereka. Dengan demikian, peradaban mereka bukan merupakan peradaban ilahiyah, sekalipun pada faktanya mereka memeluk suatu agama.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku;
IAIN Sunan Ampel, ilmu alamiah dasar, ilmu social dasar, ilmu budaya dasar (IAD, ISD. IBD), Surabaya : IAIN SA Press, Agustus 2011.
IAIN Sunan Ampel, ilmu alamiah dasar, ilmu social dasar, ilmu budaya dasar (IAD, ISD. IBD), Surabaya : IAIN SA Press, Agustus 2012.
Drs. Mawardi-Ir. Nur Hidayati, ilmu alamiah dasar, ilmu social dasar, ilmu budaya dasar (IAD, ISD. IBD), Bandung : CV Pustaka Setia, 2009.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) 180.

Sumber Internet;
http://id.m.wikipedia.org/wiki/ilmu
http://syariahpublication.com/2006/10/28/definisi-peradaban-hadlarah.





[1] IAIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (Surabaya: IAIN SA Pres, 2012), 152.
[2] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) 180.
[3] IAIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (Surabaya: IAIN SA Pres, 2012), 153.
[4] Mawardi dan Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Ilmusosial dasar (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 217.
[5] IAIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (Surabaya: IAIN SA Pres, 2012), 208.

[6] http://syariahpublication.com/2006/10/28/definisi-peradaban-hadlarah.
[7] http://id.m.wikipedia.org/wiki/ilmu
[8] Mawardi dan Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Ilmusosial dasar (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 108.
[9] Mawardi dan Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Ilmusosial dasar (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 191-194.