Hukum Tata Negara, Masa Periode 5 juli 1959 - sekarang


                                                           BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latarbelakang
Konstitusi sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu Negara dapat berupa konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Dalam hal konstitusi tertulis dalam semua Negara didunia memiliknya disebut UUD yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja sebagai lembaga kenegaraan sebab, perlindungan HAM. Dalam  perkembangan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara, konstitusi menepati posisi yang sangat penting. Pengertian dan materi muatan konstitusi senantiasa berkembang peradapan manusia dan organisasi kenegaraan
UUD tidak dapat dipahami hanya melalui teksnya saja. Untuk sungguh-sungguh mengerti, kita harus memahami konteks filosofis, sosio, sampai historis. Yang mempengaruhi perumusannya disamping itu, setiap kurun waktu dalam sejarah memberi pula kondisi-kondisi kehidupan yang membentuk dan mempengaruhi kerangka pemikiran dan medan pengalaman dengan muatan kepentingan yang berbeda, sehingga proses pemahaman terhadap ketentuan UUD dapat terus berkembang dalam praktek dikemudian hari.


A.    Rumusan Masalah
1.   Bagaimana masa periode 5 Juli 1959 – 11 Maret 1966?
2. Bagaimana masa periode 11 Maret 1966 – 19 Oktober 1999?
3. Bagaimana masa periode 19 Oktober 1999 – sekarang?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    MASA 5 JULI 1959 – 11 MARET 1966
Tahun 1955 merupakan tonggak sejarah baru dalam sistem pemerintahan di Negara indonesia, yang mana telah diadakan pemilihan umum yang pertama kali dengan cara demokratis dan terbuka dengan diikuti oleh partai-partai politik yang beragam aliran baik dari [artai yang beraliran ideologis agama, religious, nasionalis, sampai aliran sosialis dapat berperan dengan damai dan terbuka.[1]
            Dan partisipasi rakyat sebagai masyarakat yang sadar politik dapat menjadi konstituen yang sangat antusias dalam menyambut pesta demokrasi tahun 1955 itu. Dari hasil pemilu 1955 tersebut, maka untuk merumuskan, menyusun, dan menetapkan dasar Negara dan hukum dasar yang berfungsi sebagai konstiyusi baru bagi kelangsungan NKRI ini. Tetapi tugas itu gagal diemban oleh majlis konstituante disebabkan adanya perdebatan yang sengit dalam siding-sidang konstituante karena perdebatan ideologis dan kepentingan kelompok yang tidak dapat dikompromikan oleh anggota konstituante tersebut.
            Dengan kegagalan itu maka tanggal 5 juli 1959, presiden Soekarno mengeluarkan keputusan yang sangat dikenal dengan sebutan Dekrit presiden 5 Juli 1959. Yang isinya antara lain:
a.       Membubarkan majlis konstituante
b.      Menetapkan kembali berlakunya UUD 1945 menjadi hukum dasar dalam penyelenggara ketatanegaraan republic indonesia dan menyatakan tidak berlakunya UUDS 1950.

Dengan dekrit presiden 5 Juli 1959, maka berlaku kembali UUD 1945. Dengan demikian rumusan dan sistematika pancasila tetap seperti yang tercantum dalam membukaan UUD 1945 alinea keempat.
Untuk mewujudkan pemerintahan Negara berdasarkan UUD 1945 dan pancasila dibentuklah alat-alat perlengkapan Negara.
1.      Presiden Menteri-menteri
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, presiden yang sebelumnya berlaku sebagai kepala negara, maka selanjutnya juga sebagai kepala pemerintahan. Pada tanggal 10 Juli 1959 presiden Soekarno diambil sumpahnya sebagai presiden menurut UUD 1945 dan bersamaan dengan presiden mengmumkan susunan dan nama-nama menteri dan kabinet baru.
Menteri tersebut sebagai pembantu presiden, diangkat dan diberhentikan oleh presiden dan tidak bertanggungjawab kepada DPR, melainkan kepada presiden.
2.      Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)
Menunggu disusunnya DPR berdasarkan pasal 19 UUD 1945, maka DPR berdasarkan hasil pemilu tahun 1955 melalui penetapan presiden (penres) No. 1 Tahun 1959 sementara tetap menjalankan tugas-tugas DPR menurut UUD 1945.
Tetapi kenyataannya DPR tidak memenuhi harapan presiden. Sehingga dikeluarkan penres No. 3 tahun 1960 tentang pembaruan susunan DPR, yang berisi :
a.       Penghentian pelaksanaan tugas pekerjaan anggota DPR
b.      Pembaruan susunan DPR berdasarkan UUD 1945 pada waktu sesingkat-singkatnya.
c.       Penres mulai berlaku tanggal 5 Maret 1960
3.      Majlis permusyawaratan rakyat sementara (MPRS)
Selain pembentukan DPR-GR untuk merealisasikan dekrit dikeluarkan juga penres No. 2 Tahun 1959 tentang majlis permusyawaratan rakyat dan peraturan presiden No. 12 Tahun 1960 tentang susunan majlis permusyawaratan rakyat sementara (MPRS).
Menurut penetapan presiden No. 2 Tahun 1959 tentang majlis permusyawaratan rakyat sebagai berikut :
a.       Sebelum tersusun MPR menurut pasal 2 ayat (1) UUD 1945, maka dibentuk MPRS yang terdiri dari anggota DPR yang dimaksud dalam penetapan presiden No. 1 Tahun 1959 ditambah dengan putusan-putusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan.
b.      Jumlah anggota MPRS ditetapkan presiden.
4.      Dewan Petimbangan Agung Sementara (DPAS)
Melengkapi alat perlengkapan negara sebagaimana dimaksud dekrit 5 Juli 1959, bahwa harus dibentuk dewan pertimbangan agung sementara :
a.       Anggota DPAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden
b.      Jumlah anggota DPAS ditetapkan oleh presiden
c.       Anggota DPAS diangkat dari : golongan-golongan politik, golongan-golongan karya, orang-orang yang dapat mengemukakan persoalan daerah, dan tokoh-tokoh nasional.
5.      Pelaksanaan UUD 1945
Walaupun semenjak dekrit 5 Juli 1959 dinyatakan kembali kepada UUD 1945, tetapi tidak praktik ketatanegaraan hingga tahun 1966 ternyata belum pernah melaksanakan jiwa dan ketentuan UUD 1945. Dengan kata lain dalam kontek ketatanegaraan pelaksanaan UUD 1945 terjadi beberapa penyimpangan antara lain :
a.       Pelaksanaan demokrasi terpimpin, dimana presiden membentuk MPRS dan DPAS dengan penres No. 2 Tahun 1955 yang bertentangan sistem pemerintahan presidensil sebagaimana dalam UUD 1945
b.      Penentuan masa jabatan presiden seumur hidup, hal ini tentunya bertentangan dengan pasal UUD yang menyebutkan bahwa masa jabatan presiden adalah 5 Tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali.
c.       Berdirinya partai komunis indonesia yang berhaluan ateisme, hal ini bertentangan dengan falsafah bangsa indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang pada sila pertama.
d.      Adanya kudeta dari PKI dengan gerakan 30 Septembernya yang jelas-jelas akan membentuk negara komunis indonesia, hal ini merupakan penyimpangan terbesar terhadap UUD 1945.
6.      Surat Perintah 11 maret 1966
Menyingkapi kondisi ketatanegaraan yang tidak beraturan, memunculkan tuntutan rakyat yang dikenal dengan tritura yaitu :
a.       Pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen pancasila dan UUD 1945
b.      Pembubaran partai komunis indonesia
c.       Penurunan harga barang
Menurut surat perintah 11 Maret 1966 diperintahkan kepada Letjen Soeharto selaku menteri/ panglima angkatan darat untuk atas nama presiden/ panglima tertinggi/ pemimpin besar revolusi yang melaksanakan UUD.
7.      Dasar Hukum Surat Perintah 11 Maret 1966
Konsideran surat pemerintah 11 Maret 1966 menyatakan :
a.       Perlu adanya ketenangan dan kestabilan pemerintahan dan jalan revolusi
b.      Pelu adanya jaminan keutuhan pemimpin besar revolusi, ABRI, Dan rakyat untuk memelihara kepentingan dan kewajiban presiden/ panglima tertinggi/ pemimpin besar revolusi/ Mandataris MPRS serta ajaran-ajarannya.
Melalui konsideran surat perintah 11 Maret 1966, dapat dipahami secara jelas apa yang menjadi dasar hukum dikeluarkannya surat perintah tersebut.[2]
B.     Periode 11 Maret 1966 – 19 Oktober 1999
Untuk melaksanakan amanat surat 11 Maret 1966, maka pada tanggal 12 Maret 1966, melalui keputusan No. 1/3/1966 dibubarkan PKI termasuk bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah-daerah beserta semua organisasi yang seasas/ berlindung/ bernaung dibawahnya. Selanjutnya, dilakukan pengamanan bebrapa menteri dari kabinet Dwi Kora yang dianggap pada indikasinya tersangkut dalam peristiwa G 30 S/PKI atau setidaknya diragukan akan iktikat baiknya dalam membantu presiden.
Peristiwa G 30 S/PKI setelah mengorbitkan Letjen Soeharto sebagai figur baru dalam sejarah ketatanegaraan. Melalui prosedur konstitusional dengan ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 Letjen Soeharto diangkat menjadi pejabat presiden pada tanggal 27 Maret 1968 Letjen Soeharto dilantik dari pejabat presiden menjadi presiden RI.
Selanjutya dalam beberapa kali pemilu Soeharto dipertahankan menjadi presiden melalui ketetapan MPR, antara lain : Tap MPR No. IX/MPR/1973 Hasil pemilu 1971, Tap MPR No. X/MPR/1978 hasil pemilu 1977,             Tap MPR No. VI/MPR/1983 hasil pemilu 1982, Tap MPR No. V/MPR/1988 hasil pemilu 1987, Tap MPR No. IV/MPR/1993 hasil pemilu 1992, dan Tap MPR No. IV/MPR/1998 hasil pemilu 1997.

1.      Orde Baru dalam Kisah Sejarah
Perjalanan ketatanegraan di bawah rezim soeharto diakhir-akhir kekuasaannya telah melahirkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan kepada golongan wong cilik  diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bidang hukum, alih-alih membatasi kekuasan, hukum justru digunakan untuk memupuk kekuasaan dan kekayaan pribadi.
Persoalan utama dari Negara hukum indonesia terletak pada aturan dasar Negara indonesia yaitu UUD 1945. MPR hadir sebagai parlemen super, yang mempunyai kekuasaan tak terbatas; presiden tidak hanya menjalankan kekuasaan pemerintahan, tetapi juga memegang kekuasaan membuat undang undang; perlindungan hak asasi manusia sangat minim.
Presiden soeharto memanfaatkan betul kelemahan UUD 1945 itu. Dengan menguasai proses rekruitmen MPR, melalui rekayasa undang-undang susunan dan dedudukan parlemen. Tidak hanya forum dan mekanisme hukum untuk menginterpretasi aturan konstitusi, menyebabkan kekuasan nyata soeharto semakin lepas kendali. Pada kenyataannya, interpretasi soeharto atas konstitusilah yang berlaku. Salah satu akibatnya, proses suksesi presiden, sebagai syarat lahirnya kepemimpinan yang demokratis, tidak berjalan.[3] 

2.      Transisi Menuju Demokrasi
Transisi  menuju demokrasi sejak jatuhnya presiden soeharto agaknya tidak mungkin lagi dimundurkan (point of no return). Perubahan indonesia menuju demokrasi jelas sangat dramatis, indonesia mengalami liberalisasi politik dan demokratisasi.
Presiden B.J. Habibie dalam interregnumnya memperkuat momentum transisi indonesia menuju demokrasimelalui berbagai kebijakan sejak dari penerapan multipartai , pemilu 1999 yang dinilai paling demokratis sejak indonesia medeka sampai pada kebebasan pers dan meningkatnya fungsi check and balances DPR.
Tetapi, pada saat yang sama pertumbuham demokrasi atau transisi indonesia menuju demokrasi, juga menimbulkan banyak kegamangan dan kecemasan.Keadaan demikian berimbas pada keberadaan presiden yang nilai MPR hasil pemilu 1999 “tidak berhasil”. Terbukti pertanggungjawaban presiden B.J. Habibie yang diucapkan / disampaikan dihadapan rapat paripurna ke-8 tanggal 14 oktober 1999 dan jawaban presiden atas pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap pidato pertanggungjawaban presiden pada rapat paripurna ke-11 tanggal 17 oktober 1999 sidang umum MPR RI tanggal 14-21 oktober 1999, ditolak.[4]

C.    Periode 19 Oktober 1999 Sampai Sekarang
Mewujudkan amanat revormasi perlu adanya pembenahan dan penataaan kembali terhadap sistem ketatanegaraan dan pemerintahan negara.
Berangkat dari kesadaran bahwa, masalah uta,a negara hukum indonesia adalah UUD 1945 yang bersifat Otorian, maka agenda utama pemerintahan pasca Soeharto adalah revormasi konstitusi. Maka, lahirlah beberapa amandemen terhadap UUD 1945, yaitu :
1.      UUD 1945 dan perubahan I (19 Oktober 1999 smapai 18 Agustus 2000)
2.      UUD 1945 dan perubahan I dan II (8 Agustus 2000 sampai 9 November 2001)
3.      UUD 1945 dan perubahan I, II, III (19 November 2001 sampai 10 Agustus 2002)
4.      UUD 1945 dan perubahan I, II, III, IV (10 Agustus 2002 sampai sekarang)
Dasar hukum sisitem pemilu diatur, setelah sebelumnya sama sekali tidak disebutkan dalam UUD  1945. Akuntabilitas anggota parlemen diharapkan semakin tinggi, karena semua anggota DPR dan DPD dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu langsung juga diterapkan bagi presiden dan wakil presiden. Periodisasi lembaga kepresidenan dibatasi secara tegas. Seorang hanya dapat dipilih sebagai presiden maksimal dalam dua kali periode jabatan. Namun, kontrol partai politik yang memonopoli pengajuan calon presiden dan wakil presiden, merupakan salah satu unsur yang mengurangi nilai kelangsungan pemilihan presiden oleh rakyat.
Dalam hal perlindungan (HAM), amandemen UUD 1945 memberikan jaminan yang jauh lebih komprehensif dibandingkan dengan aturan sebelum amandemen. Dengan demikian secara umum amandemen UUD 1945 lebih memberikan dasar konstitusi bagi lahir dan tumbuhnya Negara hukum indonesia dalam sistem ketatanegaraan kedepan.
Satu hal yang perlu dicatat, bahwa amandemen UUD 1945 ini hanya dilakukan terhadap batang tubuh UUD 1945 tetapi tidak dilakukan terhadap pembukaan UUD1945. Terdapat asumsi bahwa mengamandemen terhadap pembukaan UUD pada dasarnya akan mengubah negara indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945. Karena pembukaan UUD 1945 pada hakekatnya adalah jiwa dan ruh Negara proklamasi. Dengan tidak diubahnyapembukaan UUD 1945, maka sistematika dan rumusan pancasila tidak mengalami perubahan.[5]    
                       







                                                Kesimpulan
Pada tahun 1949 ketika bentuk Negara republic indonesia diubah menjadi serikat, diadakan pergantian konstitusi dari UUD 1945 ke konstitusi republik serikat tahun 1945. Demikian pula pada tahun 1950, ketika bentuk Negara diubah lagi dari bentuk Negara serikat menjadi Negara kesatuan, konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS tahun 1950. Setelah konstituante terbentuk, diadakan persidangan tahun 1956 sampai tahun 1959, dengan maksud menyusun UUD yang bersifat tetap. Akan tetapi, sejarah mencatat bahwa usaha ini gagal diselesaikan sehingga pada tanggal 5 Juli 1959, persiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959. UUD Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana terakhir diubah pada tahun 1999, 2000-2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan dasar hukum indonesia.


[1] DIKTAT,IAIN Sunan Ampel, Civil Education,(Surabaya:UIN Sunan Ampel),109
[2] TitikTriwulan Tutik, konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, 2008, hal 132
[3] Ibid, hal 133
[4] Ibid, hal 135
[5] Ibid, hal, 136
 

Makalah Filsafat, tokoh dan aliran epikuroisme


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang
Epikurus lahir sekitar 341 S.M di Samos, salah satu pulau di kepulauan Yunani. Pada 300 SM, epikurus mendirikan sekolah filsafat dikota Athena yang kemudian menjadi sangat terkenal. Cakrawala filsafat sendiri sudah bersifat religious.
cakrawala itu diungkapkan dengan bertitik pangkal pada suatu posisi dasar religious, ada suatu pilihan pokok entah mengenai sebuah hukum dunua entah terhadap seorang tuhan yang berpribadi, entah mengenai kebenaran pada umumnya atau mengenai kenyataan yang menggemparkan, entah sambil mempertahankan kedaulatannya entah sambil menyerahkan diri kepada sesuatu yang lain berdaulat. epicurus filosufi harus merintis jalan kearah mencapai kesenangan hidup. Filosufinya dibaginya dalam tiga bagian yaitu logoka, fisika dan etik. Ajaran logikanya menjadi  dasar fisika yang diajarkannya, fisika dasar badi etik.
Epikurus dalam menyebut logika menggunakan istilah kanonika. Logika harus melahirkan norma untuk pengetahuan dan kriteria untuk kebenaran. Berkaitan dengan fisika, pengalaman berkali-kali dapat mengakibatkan pengertian. Pengertian ini dapat membawa orang pada pengetahuan tentang dasar-dasar yang sedalam-dalamnya dan tersembunyi. Epikurus hendak membebaskan manusia dari kepercayaan manusia terhadap dewa-dewa. Dengan ajaran itu diajarkan, bahwa dunia ini bukan dijadikan dan dikuasai oleh dewa-dewa, melainkan digerakkan oleh hukum fisika.

B.     Rumusan Masalah
1.      Aliran dan tokoh epikuroisme?
2.      Apa ciri-ciri aliran epikuros?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Epikuroisme
Epikurus lahir sekitar 341 S.M di Samos, salah satu pulau di kepulauan Yunani. Pada 300 SM, epikurus mendirikan sekolah filsafat dikota Athena yang kemudian menjadi sangat terkenal. Ia secara pribadi sangat dihormati oleh para muridnya sebagai orang yang berkepribadian halus, luhur dan baik hati serta menjalin ikatan persahabatan yang mendalam. Ia hidup dengan sangat sederhana. epikuros meninggal pada 270.
Ia menghidupkan kembali atomisme demokritos. Menurut pendapat Epikuros, segala-galanya terdiri dari atom-atom yang senantiasa bergerak dan secara kebetulan tubrukan sesuatu dengan yang lain. Manusia hidup bahagia  jika ia mengakui susunan dunia ini dan tidak ditakutkan oleh dewa-dewa[1] atau apapun juga. Lagipula, agar hidup bahagia, manusia mesti menggunakan kehendak bebas dengan mencari kesenangan sedapat mungkin. Tetapi terlalu banyak kesenangan akan menggelisahkan batin manusia. Orang bijaksana tahu membatasi diri dan terutama mencari kesenangan rohani, supaya keadaan batin tetap tenang.[2]
Seperti seluruh etika Yunani, begitu pula epikurus mau menunjukkan jalan bagaimana manusia dapat hidup dengan sebahagia mungkin dalam suatu kehidupan yang banyak goncangannya. Dalam situasi politik kerajaan-kerajaan besar. Polis, kota yang bagi Aristoteles adalah arena manusia merealisasikan hakekat sosialnya, tidak punya arti politisi lagi. Orang bijaksana mencari kebahagiaan kecil dengan menghindar dari keresahan dan perasaan yang menyakitkan serta belajar menikmati kesenangan-kesenangan yang menawarkan diri.



Tiadanaya tuhan
Cakrawala filsafat sendiri sudah bersifat religious; artinya,cakrawala itu diungkapkan dengan bertitik pangkal pada suatu posisi dasar religious, ada suatu pilihan pokok entah mengenai sebuah hukum dunua entah terhadap seorang tuhan yang berpribadi, entah mengenai kebenaran pada umumnya atau mengenai kenyataan yang menggemparkan, entah sambil mempertahankan kedaulatannya entah sambil menyerahkan diri kepada sesuatu yang lain berdaulat. Tetapi bila manusia berfilsafat mengenai masalah-masalah dasar kehidupan ia juga dapat sampai pada suatu kesimpulan yang berlainan sama sekali, yaitu pada penyangkalan terhadap agama dan religi
Pada masa klasik Yunani kesimpulan serupa itu misalnya ditarik oleh mazhab epikurus; berlainan dengan mazhab Stoa yang mengajarkan suatu sikap moral yang keras, lepas bebas terhadap dunia, maka epikurisme menjunjung tinggi kesenian untuk hidup secara santai sambil menikmati dunia ini. Filsafat ini melulu mengabdi kepada kenikmatan hidup; aliran ini sampai pada kesimpulan tersebut dengan menerangkan segala kejadian di dunia ini  secara materialistis dan mekanistis. Segala campur tangan dari atas, dari alam transenden, disangkal; manusia tidak perlu takut akan dewa-dewa akan nasibnya di akhirat; para dewa hidup bahagia di sebuah ruang  di sisi alam raya dan tidak mencampuri urusan manusia.[3]   
Berlainan dari Aristoteles, Epikurus tidak mempunyai perhatian terhadap penyelidikan ilmiah. Ia hanya mempergunakan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya dari hasil penyelidikan ilmu yang sudah dikenal, sebagai alat membebaskan manusia dari ketakutan, yaitu rasa takut kepada dewa-dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh agama itulah yang menjadi penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup.
Menurut pendapat epicurus filosufi harus merintis jalan kearah mencapai kesenangan hidup. Filosufinya dibaginya dalam tiga bagian yaitu logoka, fisika dan etik. Ajaran logikanya menjadi  dasar fisika yang diajarkannya, fisika dasar badi etik.[4]

B.     Ciri – ciri
1.  Logika
Epikurus dalam menyebut logika menggunakan istilah kanonika. Logika harus melahirkan norma untuk pengetahuan dan kriteria untuk kebenaran. Norma dan kriteria itu diperoleh dari pandangan. Semua yang kita pandang itu adalah benar. Dan pandangan menurut epikurus bukan hanya yang kita lihat dengan mata, melainkan juga fantasi dan gambaran dalam angan-angan. Segala macam pandangan itu adalah benar, benar dalam jiwa orang yang memandang. Menurut pendapat ini, apa yang rasa terpandang oleh seorang orang gila dalam dugaannya adalah benar. Sesuai dengan pendapat Demokritosia mengatakan, bahwa pandangan itu tidak lain dari cekatan atau gambaran barang yang sudah ada. Apa yang tampak, yang kita lihat, adalah barang-barang yang sudah di alam, barang-barang yang mempunyai realita. Atom-atom yang bergerak dari barang-barang itu menyentuh atom mata kita. Karena itu barang itu tampak olek kita. Jadinya pandangan kita tak lain dari gambaran atau reproduksi dari barang-barang yang dilihat dahulu itu membayang kembali dalam ingatan kita, yang sesuai dengan pandangan dan pengertian tentang kenyataan yang lahir, adalah benar atau salah, apabila benar atau salahnya dinyatakan oleh pandangan berulang-ulang dilakukan. Dan perasaan kita, seperti senang dan sedih, adalah juga ukuran, kriteria. Rasa enak adalah nilai yang setinggi-tingginya, yang menentukan baik atau jahat.
Epikurus tak suka kepada teori-teori tentang bentuk pengertian dan isi pengetahuan. Ia menolak segala macam metode untuk menyatakan kebenaran yang menurut logikanya tidak dapat disangkal. Ia tidak mau tahu tentang silogisme yang begitu cerdas disusun oleh aristoteles. Semua itu tidak perlu, karena dalil-dalil itu tidak dapat menggantikan pemandangan yang diperoleh dari pengalaman. Pandangan adalah kriterium yang setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran. Logikanya tidak menerima kebenaran sebagai hasil pikiran kebenaran hanya dicapai dengan pemandangan dan pengalaman.[5]

2.  Fisika
Sumber pengetahuan menurut epikurus ialah pengalaman: pengalaman berkali-kali dapat mengakibatkan pengertian. Pengertian ini dapat membawa orang pada pengetahuan tentang dasar-dasar yang sedalam-dalamnya dan tersembunyi. Adapun dasar sedalam-dalamnya bagi semua hal itu dinamainya atom. Atom ini terlalu kecil dan tak tercapai oleh indra. Karena geraknya maka terjadilah bermacam-macam benda di dunia ini sekali-kali tak ada hubungannya dengan dewa-dewa.
Jiwa manusia itupun benda juga, tetapi halus, itulah sebabnya maka manusia dapat mencapai pengertian, karena jiwa menerima sinar dari benda lainnya semacam dengan dia. Jiwa tak mungkin tanpa badan, daripada itu tak mungkin ada hidupsesudah badan itu tak ada.[6]    

3.  Etika  
Etika berasal dari kata yunani ethos dan ethiko. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan. Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan tingkah laku yang baik.[7]
Dari ajaran fisika, Epikurus hendak membebaskan manusia dari kepercayaan manusia terhadap dewa-dewa. Dengan ajaran itu diajarkan, bahwa dunia ini bukan dijadikan dan dikuasai oleh dewa-dewa, melainkan digerakkan oleh hukum fisika. Jiwa manusia tidak terus hidup sesudah mati, dan karena itu tidak pula menderita siksa dalam tanah dan di langit. Dunia tidak satu saja, melainkan tidak terbilang banyaknya. Dunia-dunia itu timbul seperti jiwa manusia timbul, demikian pula lenyapnya.
Manusia hidupnya tidak bahagia karena terganggu oleh 3 hal: takut akan amarah dewa, takut akan mati dan takut akan nasib.
a.  Pertama kita tidak perlu takut akan amarah dewa, karena akan segala sesuatu di dunia ini hanya sebab gerak atom bukan karena dewa. Jika sekiranya dewa itu ada, maka ia akan hidup di dunia sendiri dan berusaha untuk tenang dan bahagia sendiri. Sekiranya dewa harus marah karena tingkah laku manusia, akan celakanya hidup dewa itu karena harus selalu marah-marah saja.
b. Kedua terhadap matipun manusia tak usah takut, jiwa kitapun akan turut mati, sebab tanpa badan, tak ada pula jiwa. Habis hidup ini tak ada lanjutannya bagi manusia. Maut malah akan melepaskan manusia dari sakit dan sengsara.
c. Ketiga kepada nasibpun kita tak usah takut. Segala kejadian di dunia ini ditentukan oleh atom. Bagaimanapun kita tak bisa merubahnya. Maka tak ada alasan untuk takut kepada nasib.
Segala nafsu dan cenderung manusia itu terarahkan  pada kebahagiaan. Itu tidak berarti segala nafsu diikuti saja, sebab nafsulah yang mengakibatkan kesengsaraan. Maka dari itu haruslah nafsu itu diatur. Mengatur nafsu itulah kebijaksanaan.[8]














KESIMPULAN

Berfilsafat kerap dianggap kegiatan yang hanya dilakukan para arif bijaksana. Olah pikir hampir selalu dihubungkan dengan para cerdik cendkia, kaum terpelajar, dan mereka yang punya waktu luang. Orang awam, atau rakyat kebanyakan, seolah-olah sama sekali tidak berfilsafat. Mereka dianggap kurang berpikir.
Hal itu bisa dimaklumi, terutama jika diungkit asal-usul dan sejarah filsafat. Pada zaman yunani kuno, kegiatan berfilsafat hanya dilakukan kaum elite tertentu. Para ahli piker (filsuf) saat itu menggunakan seluruh daya dan kemampuannya untuk mencoba menerangkan berbagai fenomena. Mereka heran akan gejala alam, mereka bertanya-tanya mengenai asal-usul segala sesuatu. Mereka juga menggugat apa yang oleh umun dianggap sebagai hakikat. Mereka merenungkan segala peristiwa lalu mencari tali-temali serta menyinpulkan.

















DAFTAR PUSTAKA
Surajiyo, 2007. Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika Offset.
Kanisius,1975. Ringkasan Sejarah Filsafat, Jogjakarta, Kanisius (Anggota IKAPI).
Hartoko Dick, 1980. Orientasi Di Alam Filsafat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
AM Suhar, 2009. Filsafat Umum, Jakarta, Gaung Persada Press.
Poedjawijatna, 2005. Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta, PT Rineka Cipta.
Esha In’am Muhammad, 2010 Menuju Pemikiran Filsafat, Malang, UIN-MALIKI press.


[1] Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika Offset 2007. Hal 84
[2] Kanisius, Ringkasan Sejarah Filsafat, Jogjakarta, Kanisius (Anggota IKAPI) 1975, hal 17
[3] Hartoko Dick, Orientasi Di Alam Filsafat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1980, hal 113-114 
[4] AM Suhar, Filsafat Umum, Jakarta, Gaung Persada Press, 2009, hal 188
[5] Ibid, hal 189-190
[6] Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2005, hal 43
[7] Esha In’am Muhammad, Menuju Pemikiran Filsafat, Malang, UIN-MALIKI press, 2010, hal, 126
[8] Ibid, hal 44